Pagi-pagi sekali saya sudah bangun, bergegas mandi, dan harus antre dengan pemilik rumah. Niatnya segera ikut sholat idul adha, sayangnya ketika saya tiba di Masjid, khutbah sudah mulai. Ya saya tidak ikut sholat, langsung mendengarkan khutbah.
Paragraf di atas sebagai pembuka saja. Sebab itu biasa terjadi. Yang tidak biasa adalah ketika sepulang dari Masjid dan di depan rumah Abang saya ada tamu. Saya kenal tamu ini, dia teman Abang saya. Yang membuat saya terkejut dia membawa dua ekor kambing. Apakah ini kambing Abang saya? Beliau mau ikut qurban? Alhamdulilah, pikir saya.
Saya persilakan teman Abang saya ini masuk, tentu lebih dulu mengikat kambingnya di samping rumah, setelah sebelumnya menurunkan dari mobil bak terbuka.
Ternyata dugaan saya salah, due ekor kambing itu bukan calon hewan qurban Abang saya. Tapi kambing itu milik si tamu ini. Agar lebih mudah saya sebut saja Bang Nuel.
Ya dua kambing itu milik Bang Nuel. Rumah Bang Nuel di desa sebelah, tetapi sehari-hari berkegiatan di desa Abang saya. Mereka berdua mencari peruntungan dengan membuka industri rumahan untuk pengolahan kayu. Apa sekarang mereka juga cari peruntungan jual kambing buat qurban?
Sembari menunggu Abang saya pulang dari masjid, karena sedang ikut menjadi panitia qurban. Saya ngobrol-ngobrol dengan Bang Nuel. Saya cukup kenal dekat dengan dia, walau demikian obrolan kami tidak bisa bertahan lama. Maka satu gelas kopi saya hidangkan, agar ada jeda untuk saya ke dapur sebentar.
Setelah nyeruput kopi dalam-dalam. Obrolan kembali berlanjut.
“Abangmu masih lama nggak ya pulangnya?”
“Harusnya nggak bang, kan perlu ganti baju dulu”
“Oh begitu. Lha itu mulai jam berapa pemotongan qurbannya?”
“Jam sembilan paling bang”
“Sebenarnya saya mau ikutan qurban, tapi saya bingung caranya” Seketika saya jadi berpikir. Bukankah beliau ini ke Gereja di hari minggu? Beliau mau qurban? Sebentar ini salah dengar atau bagaimana.
“Bingung kenapa bang” Ya, kalimat itu yang keluar dengan polosnya dari mulut saya.
“Saya kan nasrani mas” Ya, dan saya tidak tahu harus menjawab apa. Akhirnya saya segera meminta keluar sebentar, dari pada saya salah bicara.
Saya sedikit berlari menuju Masjid. Lalu menyampaikan ke Abang saya kalau ada Bang Nuel di rumah. Dan entah mengapa saya langsung ke point pembicaraan saya dengan Bang Nuel di rumah tadi. Abang saya segera bergegas ke rumah, dengan tertawa lebih dulu sebelumnya.
Selanjutnya saya hanya ikut nimbrung obrolan dan menikmati segelah kopi dan sebatang dua rokok. Intinya Bang Nuel ingin ikut merayakan hari raya qurban, sebagai bentuk rasa terimakasih untuk warga desa yang selama ini sudah membantu bekerja di usaha dia dan abang saya.
Hanya saja Bang Nuel tidak mau ada yang tahu kalau dua ekor kambing itu dari dia.
“Biar nanti bikin sate rame-rame bisa lebih banyak” Ucap Bang Nuel.
“Tapi apa ini tidak melanggar aturan” Lanjut Bang Nuel. Abang saya yang secara agama tidak paham apa hukumnya memberi kambing di hari qurban untuk seseorang yang tidak disunahkan berqurban, dengan mantap menjabat tangan sahabatnya itu.
“Mungkin namanya sedekah, dan Yesus juga seorang pengembala domba yang baik bukan?”
“Yesus juga suka sate kambing saya rasa” Jawab Bang Nuel. Saya ikut tertawa bersama dua sahabat itu.
Setelah berganti baju, Abang saya segera menggiring dua ekor kambing dari Bang Nuel ke Masjid. Bang Nuel tidak ikut, dia tidak mau ada yang tahu kalau kambing itu hadiah dari dirinya. Bang Nuel pamit pulang, dan janji akan datang nanti ketika bakar sate dan pembubaran panitia qurban.
Sepulang sholat jumat tadi, saya penasaran bagaimana Abang saya menjelaskan ke Kiai desa (sebutan untuk sesepuh desa yang paham agama, biasanya imam masjid, lebih sering di panggil Mbah Yai) tentang dua ekor kambing dari Bang Nuel.
“Ya aku kasih tau sama Mbah Yai, kalau itu dari Nuel dan dia nggak mau ada yang tahu”
Dan dari cerita Abang saya, Mbah Yai tidak menyampaikan ayat atau hadis apapun.
Mbah Yai hanya bilang “Rejeki dari orang yang bersyukur jangan di tolak”
Dan baru saja Bang Nuel datang ke Masjid, untuk ikut bakar sate dan makan gule bersama. Bang Nuel memang sangat dekat dengan warga yang juga sebagai rekanan usaha dirinya. Tentu saja beliau bersikap biasa dan merasa aman-aman saja seperti tahun Idul Adha sebelumnya. Padahal semua yang ada di sana tahu betul Bang Nuel ikut qurban, due ekor kambing pula.
“Wah kok qurban di desa kita kambing semua ya udah dua tahun” Ucap Abang saya.
“Siapa tahu tahun depan bukan kambing lagi tapi ada sapi yang nyasar minta potong di sini” Ucap Mbah Yai tiba-tiba di sambut tawa warga, dan warga menyalami Bang Nuel bergantian sebagai bentuk terimakasih atas penghormatan hari besar Idul Adha dari dia.
“Ming kowe pancen Asu” (Ming kamu memang anjing) Umpat Bang Nuel melempar tulang ke arah Abang saya, karena Abang saya tidak mau mematuhi permintaan dia untuk diam soal asal usul dua ekor kambing dari Bang Nuel. Dan dua sobat itu tertawa bersama warga. Dilanjut makan gule dan sate bersama.
Saya di sana. Saya menyaksikan itu semua. Saya yang memang kadang suka lebay, sedikit merasa entah apa. Dan saya begitu merasa haru biru jadi satu. Indahnya.
Wonosobo
1 September 2017
Mudjirapontur
Futiha A. Qolbi said:
Kambing mempersatukan kita. Alhamdulillah berkah eram mas.. aku maleh kudu nangis π¦ π
mudjirapontur said:
Kambing juga yg menyatukan kita ternyata ya, tahun depan sapi mungkin hehe. Saya tadi haru banget, lihat kerukunan di sini.
Jangan nangis, nanti aku bahagia.
Futiha A. Qolbi said:
Seperti hujan setelah kemarau panjang
π π π
mudjirapontur said:
Juga Seperti kemarau setelah hujan panjang. πππ
Futiha A. Qolbi said:
π π π
kunudhani said:
Manis sekali ceritanyaaa, aku ikut terharu π
Btewe mau tnya mas, itu kambing di bakar utuh gitu (kecuali kepalany) gk d ptong kecil-kecil? π
mudjirapontur said:
Itu, kambing di bakar bulunya. Kalau sudah bersih, di cuci, baru di potong kecil untuk di bagi. Begitu ceritanya.
Teknik tradisional yang sangat efektif sebenarnya.
kunudhani said:
Ya yaa, trimksih info baruny bagi sayaπΊ
mudjirapontur said:
Iya, besok coba ya. Tapi di potong dl loh. Hahaha.
kunudhani said:
Aku panitia kupon mas hahaha, tinggal terima beres aja π
mudjirapontur said:
Kirain bagian dapur, masak enak dan menang icip-icip π Bagaimana qurban di sana?
kunudhani said:
Ku ndak bs bau kmbing soalnyaa, seru sih mas, tp lbh seru klo panitiany yg jln jln cari yg bs d ksih, seru itu blusukan π
mudjirapontur said:
Kalau di sini tanpa kupon. Panitoa sudah ada daftar warga, kan semua dapat. Jadi tinggal antar, sebagian sudah ada yg datang ikut makan bersama.
Memang seru ya. Duh untung kita berbalas teks ya, kalau berhadapan kamu pinsan, sy bau kambing bet ini.. πππ
kunudhani said:
Klo disini ada yg udah msuk daftar, ada juga pkai kupon jd stlah shalat lngsung rebutan gtu, sama panitiany jg ksih k org org, bnyak lah caranya…
Alhmdulillah ya, untung gk ktmu lngsung bs pingsan bnran aku π₯
mudjirapontur said:
Iya ya, susah kalau pakai acara rebutan. Di tmpt Abangku ini alias kampung halaman saya, masih tertib. Yg datang ya ikutan bantu makan atau masak.
Yg berhalangan dateng, ya tunggu di rumah. Jadi tidak pakai berdesak2an.
Iya bau banget.. Tapi tak sebau mantanmu kok. πππ
kunudhani said:
Klo warga sekitr pasti bantu bantu π
Mas mudji, saya kok mendadak sensi ya π
mudjirapontur said:
Cie mau belain mantan? Sensi mantanya di bilang bau. Maaf deh.. πππ
kunudhani said:
Huhahha, bukan gtu sih…
mudjirapontur said:
Terus gimana?
Vallendri Arnout said:
Kok aku nangis ya? Ada yang potong bawang kah di sekitar sini? Manis sekali saat kita hidup rukun berdampingan.π’
mudjirapontur said:
Mungkin bawang buat bumbu sate kaka.. Hehe. Semoga yang seperti ini terus mesra selalu.
Ayu Frani said:
Satu kata, “Indahnya… “. Selamat merayakan hari Raya kurban, Mas.
mudjirapontur said:
Indah banget. Selamat merayakan hari raya qurban dalam kebersamaan, untuk siapapun.
Ayu Frani said:
ππ
Nuhid said:
Saya juga kerap mendapati hal serupa. Dan, malah belum pernah menjumpai ada yang menolak sumbangan hewan kurban dari Kristen. Kalau soal nyumbang pembangunan masjid, saya pernah tahu ada yang menolaknya.
mudjirapontur said:
Semoga semakin bnyk kerukunan dan terus terjaga, tiada lg saling tuding. Amin..
Menarik sekali kang Nuhid, bs juga di bagi sebagai postingn cerita njenengan.
Nuhid said:
Saya ndak bisa merangkai cerita semenarik njenengan, Kang.
mudjirapontur said:
Saya kira tidak demikian. Setiap saya baca post sampean itu sangat menarik bagi saya, lebih lagi sebab banyak post njenengan itu kan kehidupan nyata njenengan. Dan saya banyak belajar dari post2 njenengan.
Nuhid said:
Ah, sampean bisa aja.
Sini, peluk dulu…
mudjirapontur said:
Duh jangan mas. π
Nuhid said:
Sori. Khilaf. Kebiasaan masa lalu. πππ
mudjirapontur said:
Duh, masalalu biarlah masalalu #dangdutON πππ
Nuhid said:
πππ
Nur S Ahmadi said:
kejadian luar biasa, dan sy baru ini kali membacanya
mudjirapontur said:
Iya mbak, semoga semakin banyak terjadi. Dalam kehidupan saya yg seperti ini sdh beberapa kali (saling hormat menghornati di hari besar keagamaan) tapi soal dua ekor kambing baru ini yg sy ikut menyaksikan.
Nanto setia_one said:
Indahnya berbagi
mudjirapontur said:
Indah bangettt semoga menyebar…
Ping-balik: Apa kurbanmu? Sebuah teguran dalam pembelajaran. | mudjirapontur