Aku menulis ini dengan senyum, juga hati yang berdebar. Aku tidak tahu mengapa. Di sekitarku adalah kotak makan, dispenser, sajadah, cermin, papan tulis, meja, gelas, piring, dan sendal yang berserakan. Ruang kecil ukuran 3 x 2 meter ini memang multi fungsi, untuk makan siang, berias, Shalat, cuci muka, juga pengumuman terbaru seputar kerjaan ataupun acara lain.
Kenyataan bahwa sejak kali pertama aku dipindah kerja ke kantor ini, ruang kecil ini adalah tempat terbaik yang ada. Aku suka.
Jujur saja, sejak kali pertama aku beranjak dari kota tempat kerjaku sebelumnya dan harus pindah ke kota yang sekarang, aku sudah ragu. Tapi keraguan justru membawaku sampai di tempat ini, aku pasrah. Baik, sederhananya kita semua tahu mencari kerja baru tidak lagi mudah.
Oleh karena itu, aku bertahan, walau konsekuensinya adalah pindah ke kota lain. Orang akan bilang ini saat yang tepat untuk mencari pengalaman baru di tempat baru. Aku setuju. Itu benar. Tapi siapa yang bisa untuk betah berlama-lama dalam kesunyian? Mungkin kamu akan betah. Tapi aku sedang tidak.
Pekerja sepertiku, memang harus banyak bersyukur karena bisa bersabar dalam menjalani pekerjaan demi hidup. Pun masih bisa bekerja dan mencari penghidupan, di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan saat ini, tentu sesuatu yang haru disyukuri dengan sebaik-baiknya.
Aku sadar. Kalau pun akhirnya sebagian dari jiwaku sebenarnya tidak ada di sini, sebagian dari semangatku pun sepertinya tertinggal entah di mana. Aku tetap menjalani, kadang memang harus begitu, antara keinginan dan kenyataan jauh berbeda. Pekerjaan yang kita dapatkan, justru sesuatu yang sama sekali tidak kita inginkan, itu jamak terjadi. Aku sedang mengalami.
Tapi percayalah, jam kerja itu lebih menyenangkan dari pada ketika malam mulai datang dan sendiri menghabiskan waktu. Yang bermunculan tidak lagi soal pekerjaan, tapi suara-suara yang entah, rasa yang berdebar saling menarik pada kerinduan. Rindu suasana bersua seperti sebelumnya di kota yang sudah biasa aku telanjangi kemacetan pagi dan sunyi malam.
Kini, selanjutnya adalah malam-malam sunyi. Hujan. Kenangan dan kenyataan kamu tidak lagi dapat aku curi pandang sesekali.
Surakarta, 22-2-18
Mudjirapontur